RSS

Menjawab Tuduhan Bahwa Aswaja = Syi'ah

5 Perbedaan Pokok Antara Aswaja & Syi’ah




Prof. Dr. Ali Jumah –Mufti Mesir- memperingatkan terhadap penyebaran ajaran Syi’ah di Mesir, agar mereka tidak menyebarkan ajaran mereka pada negara Sunni yang bukan lingkungan mereka, karena bisa menimbulkan fitnah dan ketidak-stabilan dan merusak keamanan masyarakat, beliau juga menegaskan bahwa agenda Syi’ah mengajak masyarakat Sunni bergabung dalam ajaran Syi’ah di Mesir tidak akan pernah berhasil selamanya, beliau juga menasehati Syi’ah agar takut kepada Allah terhadap apa yang mereka lakukan terhadap Sunni dan terhadap apa yang mereka lakukan untuk diri mereka, pernyataan ini beliau sampaikan dalam serangkaian kuliah yang diadakan oleh Akademi Riset Islam al-Azhar untuk memperingatkan ummat dari pemikiran atau ajaran Syi’ah.

Lebih lanjut Syaikh Ali Jumah mengatakan, rakyat mesir telah tumbuh dan berkembang dengan tidak pernah ada Madzhab Syi’ah, tetapi kami sangat mencintai Ahlul Bait, dan sesungguhnya Syi’ah adalah ahli Qiblat selama mereka masih menghadap ke Qiblat kaum muslimin dan masih menunaikan kewajiban, kami selalu membicarakan nilai-nilai persamaan yang dapat mempersatukan ummat, dan meredam fitnah, dan kami Ahlus Sunnah sangat terbuka dan selalu menyerukan kebenaran dimana pun, dan tidak melarang siapa pun yang ingin mengambil kebenaran dari siapa pun yang masih berqiblat kepada Qiblat kaum muslimin, tetapi antara Ahlus Sunnah dan Syi’ah terdapat beberapa perbedaan yang mendasar.
Inilah 5 Perbedaan Pokok Antara Ahlus Sunnah Waljama’ah [Aswaja] dengan Syi’ah menurut Syaikh Ali Jumah :
Perbedaan pertama adalah aqidah, lantaran Syi’ah meyakini aqidah al-Bada’ yakni meyakini bahwa Allah –Subhanahu wa ta’ala- telah melaksanakan sesuatu kemudian Allah berubah pikiran dan menarik kembali qadha’-Nya, dan demikian adalah aqidah Syi’ah yang kami Ahlus Sunnah menolak nya, karena bahwa Ahlus Sunnah meyakini bahwa Allah terbuka keghaiban dengan keterbukaan yang sempurna, dan ilmu-Nya ilmu yang sempurna, dan bahwa sesungguhnya Allah –subhanahu wa ta’ala- kebesaran-Nya tidak bisa diketahui oleh akal”
Perbedaan kedua adalah Syi’ah mengataka bahwa Al-Quran telah terjadi Tahrif [Pengubahan], terbukti salah seorang ulama Syi’ah yang bernama Syaikh al-Nuri menuliskan satu kitab yang ia namai dengan “Fashlu al-Khithab fi Tahrifi Kitab Rabbu al-Arbab” untuk membenarkan dalam kitab nya bahwa Al-Quran telah terjadi Tahrif, itulah ajaran Syi’ah yang kita Ahlus Sunnah menolak nya, sebagaimana juga ditolak oleh sebagian Syi’ah dan berupaya menyembunyikan nya, Syaikh Ali Jumah mengatakan bahwa Syaikh al-Nuri tidak bisa hafal Al-Quran, bagaimana mungkin ia bisa bicara tentang Tahrif Al-Quran, dan lebih tegas Syaikh Ali Jumah berkata bahwa pendapat Syi’ah tentang Tahrif Al-Quran adalah pendapat yang tidak bisa diterima oleh kaum muslimin, dan Al-Quran adalah mu’jizat besar dan Al-Quran adalah satu kitab yang dilestarikan oleh bangsa Arab dan non-Arab dengan semua bahasa.
Perbedaan ketiga adalah masalah adil para Sahabat Nabi, dan Syi’ah telah mencaci sahabat Nabi yang mulia, terbukti dalam kitab-kitab mereka terdapat cacian-cacian kepada sahabat Nabi, yang tidak boleh diucapkan oleh seorang muslim, bahkan beliau mengatakan bahwa ada seorang yang menjadi panutan Syi’ah telah menulis kitab hingga sampai 110 jilid, dan 5 jilid diantaranya tercantum cacian-cacian terhadap sahabat Nabi, dan Syi’ah berupaya membuang 5 jilid tersebut setelah bersepakat dan berkesimpulan untuk membuangnya, dan hal ini tidak dibantah oleh seorang pun.
Perbedaan keempat adalah pada Mabda’ Taqiyyah (azas berdusta), Syi’ah berlindung kepada dusta untuk keluar dari tekanan demi membela Madzhab mereka, tetapi kita Ahlus Sunnah tidak membolehkan berdusta walaupun dalam keadaan tertekan dan sebagainya.
Perbedaan kelima adalah tentang kema'shuman para Imam, Syi’ah meyakini bahwa Imam-Imam mereka ma’sum (suci dan terjaga dari kesalahan), sesungguhnya Ahlus Sunnah tidak mengakui ada yang ma’sum seorang pun kecuali para Nabi, tetapi para Imam Ahlul Bait itu terpelihara karena keilmuannya dan ketaqwaannya, mereka tidak ma’shum dan mereka bukan sumber datang syari’at.
Wallahu A’lam


 Sumber : Alamat Join Kopi

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar